Senin, 04 Juli 2011

Pengertian Pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk dapat mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai perwujudan dari kompetensi pedagosis, “kompetensi yang mengandung makna bahwa guru/ pendidik sebagai agen pembelajaran tidak hanya memiliki tugas dan tanggung jawab mentransfer pengetahuan kepada subjek didiknya melainkan harus mampu mendidik untuk mengembangkan keseluruhan potensi yang dimiliki subjek didik anak yang cerdas dan berbudi pekerti luhur”, guru harus memiliki pemahaman yang memadai tentang perkembangan psikologi dan fisiologi subjek didiknya. Sebab perkembangan  kemampuan subjek didik dalam mengikuti proses pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari perkembangan psikologis dan fisiologis yang ada pada diri mereka.
Dinamika perkembangan psikologis dan fisiologis yang normal dan baik akan sangat mendukung proses pembelajaran dan pencapaian hasilnya. Sebaliknya, hambatan dalam perkembangan psikologis dan fisiologis juga akan menghambat proses pembelajaran dan pencapaian hasilnya.
Psikologi pembelajaran merupakan suatu ilmu terapan  sebagai cabang disiplin ilmu psikologi yang dimaksudkan sebagai ikhtiar membantu para guru atau pendidik memahami dan mendekripsikan perkembangan psikologis mauapun fisiologis subjek didik serta menawarkan alternativ intervensi edukatif untuk membantu pengembangan secara maksimal potensi yang dimilikinya,  ini didasarkan pada asumsi bahwa intervensi edukatif yang ditawarkan, yang berupa proses pembelajaran, akan menjadi sesuatu yang menarik sehingga dapat mengantarkan kepada pencapaian hasil maksimal mana kala didasarkan pada pemahaman yang memadai tentang aspek-aspek psikologis dan fungsi subjek didik. Oleh karena itu, untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal-hal tersebut di atas, berikut dalam makalah ini akan dijelaskan berbagai hal yang menyangkut tentang hakikat pembelajaran dan teori-teorinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari pembelajaran?
2.. Apa saja ciri-ciri dari pembelajaran?
3. Apa saja teori-teori pembelajaran?

C. Tujuan  Penulisan
1. Untuk mengkaji secara teoritis tentang definisi dari pembelajaran.
2. Untuk mengkaji secara teoritis tentang  ciri-ciri dari pembelajaran.
3. Untuk mengkaji secara teoritis tentang  teori-teori pembelajaran.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Pembelajaran
Secara umum,  pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)  ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar[1].
Pembelajaran berlangsung melalui lima alat indra kita, yaitu: Penglihatan (visual): melihat kejadian suatu peristiwa. Pendengaran (auditory): mendengar suatu bunyi. Pembauan (olfactory): bau makanan membuat kita merasa lapar. Rasa atau pengecap (taste): lidah kita merasa dan dapat membedakan antara asin dan masam. Sentuhan  (tactile): kulit kita merasa sentuhan dan dapat membedakan antara permukaan licin dan permukaan kasar.
Dalam proses pembelajaran tidak hanya melibatkan penguasaan fakta atau konsep sesuatu bidang ilmu saja, tetapi juga melibatkan perasaan-perasaan yang berkaitan dengan emosi, kasih sayang, benci, hasrat dengki, dan kerohanian. Pembelajaran tidak terbatas pada apa yang kita rancangkan saja, tetapi juga melibatkan pengalaman yang di luar kesadaran-penuh kita, seperti peristiwa kemalangan atau seorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama.


B.     Ciri-Ciri Pembelajaran
Menurut Eggen & Kauchak (1998), menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1.      Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan.
2.      Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran.
3.      Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.
4.      Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi.
5.      Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir.
6.      Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai berikut :
1.       Motivasi belajar dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa.
2.      Bahan belajar, yaitu segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran yang dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
3.      Alat Bantu belajar ; inforamsi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberapa alat indera mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar, foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.
4.      Suasana belajar. Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi:
a. Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya), sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat berbuat bersama.
b. Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi pelajaran yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa[2]

C.    Teori-Teori Pembelajaran
1.      Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Behaviorisme memiliki pendapat bahwa prilaku terbentuk melalui perkaitan antara rangsangan (stimulus) dengan tindak balas (respons). Diantara teori-teori yang dikembangkan oleh psikologi behavioristik untuk menjelaskan terjadinya proses pembelajaran adalah “pengkondisian klasik” (classical conditioning) dan “pengkondisian operan” (operant conditioning).[3]
  1. Pengkondisian Klasik dalam Pembelajaran
Pada awal tahun 1900-an, Ivan Pavlov seorang ahli fisiologi Rusia melakukan suatu eksperimen secara sistematik dan saintifik dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme (individu). Hal tersebut menghasilkan suatu prosedur yang disebut dengan “Hukum Perkaitan” (Law of Association). Menurutnya suatu organisme akan teringat sesuatu karena sebelumnya telah mengalami sesuatu yang berkaitan dengannya. Contohnya apabila seseorang melihat sebuah kendaraan mewah, dia mungkin berpikiran bahwa yang mengendarainya adalah seorang yang kaya raya atau seorang yang terkenal. Berdasarkan “Hukum Perkaitan” ini Pavlov mengengemukakan bahwa proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pembentukan perkaitan antara stimulus dan respons. Dari eksperimen tersebut dapat ditarik beberapa konsep atau prinsip pembelajaran, yaitu :
1)      Pengusaan (Acquistion)
Penguasaan yaitu cara organisme mempelajari atau menguasai suatu respon baru yang berlangsung secara bertahap. Sering kali organisme mencoba dan berusaha lebih menguatkan penguasaan yang bersangkutan.
2)      Generalisasi (Generalization)
Yaitu reaksi lain dari sel-sel lain yang berada di sekitar kawasan sel-sel yang berkenaan dengan rangsangan dengan tindak balas yang alami. Misalnya ketika melihat makanan, maka secara tak sadar akan mengeluarkan air liur atau keringat.


3)      Diskriminasi (Discrimination)
Yaitu suatu keadaan dimana organisme (individu) memberikan tindak balas yang sama terhadap rangsangan tertentu yang memiliki kesamaan walaupun tak serupa. Misalkan memberikan tindak balas yang sama terhadap berbagai macam makanan.
4)      Penghapusan (Exticnition)
Suatu tindak balas akan hilang secara perlahan-lahan apabila semakin berkurang keterkaitan dengan rangsangan yang disengaja .
  1. Pengkondisian Operan dalam Pembelajaran
Pengkondisian operan (Operan Conditioning) dipelopori oleh Burrhus F. Skinner yang didasarkan pada banyak penelitian yang telah ia lakukan. Perkataan “operan” diciptakan oleh Skinner yang berarti “bertindak keatas”. Menurutnya apabila organisme menghasilkan suatu respon disebabkan karena organisme itu bertindak ke sesuatu yang lebih baik. Misalnya seorang siswa akan mengemaskan buku-bukunya dengan rapi jika ia tahu bahwa dia akan diberika hadiah oleh gurunya. Perbedaan mendasar antara pengkondisian operan dengan pengkondisian klasik adaah bahwa dalam pengkondisian klasik, organisme tidak mengubah keadaan subjek eksperimen. Misalnya anjing yang menjadi objek kajian Pavlov tidak ada pilihan untuk bertindak dengan mengeluarkan air liur apabila diberikan makanan. Sedangkan, dalam pengkondisian operan, organisme mempunyai pilihan untuk bertindak atau tidak karena responnya menentukan stimulus (makanan) yang diberikan.
1)      Prinsip-Prinsip dalam Pengkondisian Operan
Menurut Skinner, ada dua konsep utama, yaitu : penguatan (reinforcement) yang terbagi ke dalam penguatan positif dan penguatan negatif. Dan yang kedua merupakan hukuman (punnishment).
Peneguhan positif adalah apa saja stimulus baik yang dapat dapat meningkatkan suatu tingkah laku. Misalnya, seorang siswa yang berprestasi tinggi diberikan hadiah, maka ia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan mendapatkan hadiah. Sedangkan peneguhan negatif merupakan apa saja stimulus yang menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan sehingga dapat mengurangi terjadinya suatu tingkah laku. Misalnya seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan PR/tugas karena tidak tahan dicemooh oleh gurunya..
Hukuman (punnishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan suatu respon tingkah laku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Contohnya seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak diperbolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat oleh gurunya.  (disini anak akan menghentikan kesukaan mainnya).
2)      Pembentukan Tingkah laku Melalui Operan
Ada sejumlah teknik dalam pengkondisian operan yang dapat digunakan untuk pembentukan tingkah laku sebagai berikut:
a)      Pembentukan Respon
Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organisme pada setiap kali ia bertindak ke arah yang dia inginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon pada suatu saat tidak perlu lagi menguatkan respon tersebut. Contoh apabila seorang guru memberikan ceramah, reaksi pendengar dapat mempengaruhi bagaimana guru itu bertindak. Jika sekelompok siswa mengangguk-anggukkan kepala mereka, ini dapat menguatkan guru tersebut untuk bercermah lebih semangat lagi.
b)      Generalisasi
Generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan penguatan sebelumnya akan dapat respon yang sama. Contohnya seorang siswa akan mengerjakan PR dengan tepat waktu karena pada minggu lalu mendapat pujian di depan kelas oleh gurunya ketika dapat menyelesaikan PR tepat waktu. Menurut Skinner, cara atau waktu pemberian penguatan dapat mempengaruhi respon.
c)      Penguatan Positif
Dalam penguatan positif ini dilakukan dengan memberikan ganjaran sesegera mungkin setelah suatu tingkah laku yang diinginkan muncul. Misalnya seorang siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru secara lisan, maka pada saat itu juga guru segera memberikan pujian.
d)     Penghapusan
Penghapusan dilakukan dengan cara tidak memberikan penguatan sama sekali atau tidak menghiraukan respon yang muncul pada seseorang. Misalnya siswa yang melawak agar suasana kelas menjadi gaduh, tidak diberi sapaan sama sekali oleh guru.
2.      Teori Pemrosesan Informasi dalam Pembelajaran
Model pemrosesan informasi pada mulanya dilakukan dengan menggunakan sistem komputer sebagai analogi. Namun, cara manusia memproses informasi sesungguhnya  lebih kompleks dibandingkan dengan komputer.
  1. Perekam Deria (Sensory Register)
Menurut model pemrosesan informasi, suatu informasi diterima melalui perekam deria visual, deria pendengar, deria pencium, deria pengecap, dan deria sentuhan. Sperling dalam penelitiannya  yang dilakukan pada tahun 1960 memutuskan bahwa durasi perekam deria adalah 250 milidetik-1000 milidetik.
  1. Ingatan Deria (Sensory Register)
Memory ini juga dikenal dengan istilah “Ingatan Kerja” (Workong Memory). Tempo ingatan jangka pendek ialah 10-20 menit jika butir  informasi itu tidak diulang. Contoh: Fajar memberikan nomor telepon kepada temannya yang bernama Uly. Sambil mencari kertas untuk menulius nomor telepon tersebut, Uly mengulang nomor telepon itu supaya tidak lupa. Proses ini disebut dengan istilah “Pengulangan Pemeliharaan”, yaitu mengulang-ulang untuk memelihara agar ingatan itu tidak hilang atau lupa. Jika Uly tidak mengulang nomor telepon itu, maka ia akan lupa dalam waktu 10-20 nmenit
  1. Ingatan Jangka Panjang (Long Term Memory)
Ahli-ahli psikologi seperti Sigmund Freud mengatakan bahwa segala pengalaman kita sejak dilahirkan disimpan dalam ingatan jangka panjang. Ini jelas sekali apabila kita masih dapat mengingat apa yang terjadi pada hari pertama sekolah. Ini berarti bahwa informasi tidak hilang, tetapi sukar diingat kembali secara detail.
1)      Pengkodean Informasi Dalam Ingatan Jangka Panjang
Pengkodean (encoding) ialah cara mengenal informasi secara tepat, kemudian ditandai, lalu meletakkannya ke dalam memori.. Temuan penelitian yang sangat terkenal berkenaan dengan dengan ini adalah eksperimenn yang dilakukan oleh Craik dan Lockhart pada tahun 1972. Individu yang mengkoding informasi dengan baik sehingga informasi tersebut menjadi lebih berkesan, pada “tingkatan yang bermakna(meaning level), cenderung mampu memindahkan informasi itu ke dalam ingatan jangka panjang dengan lebih bagus dan lebih berkesan sehingga sangat membantu proses mengingat kembali informasi tersebut.
2)      Lupa Dalam Ingatan Jangka Panjang
Lupa pada dasarnya adalah kegagalan mengingat kembali sesuatu butir informasi dengan tepat. Salah satu penyabab lupa juga bias dikarenakan  informasi itu tidak dikoding/ ditandai dengan baik sehingga tidak berkesan. Menurut Teori Pudar (Decay Theory), informasi menjadi kabur atau pudar disebabkan oleh waktu. Karena waktu sudah lama, maka informasi yang pernah diterima oleh seseorang menjadi pudar atau kabur.
Ada pula Teori Gangguan (Interference Theory) yang menjelaskan bahwa, informasi lain dapat mengganggu informasi yang ada yang hendak diingat. Contoh: Seorang siswa yang tadinya hafal rumus kimia tentang udara (O2) menjadi lupa sama sekali karena dia  mendapat informasi baru yaitu rumus kimia karbondioksida (CO2). Siswa menjadi lupa karena istilah itu hampir mirip, yaitu sama-sama ada O2-nya
3)      Mengingat Kembali Informasi Dari Ingatan Jangka Panjang
Apabila kita mencoba mengingat kembali informasi yang disimpan dalam ingatan jangka panjang, kejadian yang dapat muncul adalah kita menambah informasi, dan kita tinggalkan informasi. Semakin mendalam informasi dikoding (deep processing), semakin berkesan pula proses mengingat kembali informasi yang bersangkutan. Oleh karena itu teori ini dikenal dengan “Teori PeringkatPemrosesan (levels of Processing Theory)”.
4)      Penyimpanan Pengetahuan Dalam Ingatan Jangka Panjang
Informasi yang kita simpan atau mewakili dalam ingatan jangka panjang bisa merupakan pengalaman beberapa menit yang lampau atau pengalaman berpuluh  tahun yang lampau. Terdapat lima bentuk utama bagaimana informasi yang disimpan dalam ingatan jangka panjang itu bisa diingat kembali, yaitu :
a)      Pengetahuan deklaratif
Pengetahuan deklaratif adalah semua informasi yang terdiri dari fakta, konsep, teori, dan hukum yang dikenal dengan istilah “memori semantic” dan segala peristiwa yang telah berlaku kepada diri kita yang dikenal dengan istilah “memori episodic”. Contoh: “cirri-ciri iklim daerah tropis” (adalah contoh  memori semantic), sedangkan “saya terjatuh semalam” (adalah memori episodic).


b)      Pengetahuan prosedural
Pengetahuan prosedural adalah semua informasi yang berkaitan dengan cara, kaidah, atau prosedur melakukan sesuatu. Contoh: seorang siswa tahu bagaimana caranya menuangkan zat kimia secara aman pada saat praktikum di labolatorium.
c)      Imageri
Imageri adalah perwakilan abstrak dalam ingatan jangka panjang mengenai sesuatu objek atau peristiwa. Berkaitan dengan imageri ini, hasil eksperimen yang dilakukan oleh Badeley, Grant, Wright, dan Thomas pada tahun 1995 mendapati bahwa perkataan yang tinggi imagerinya akan lebih mudah dan lebih sering diingat kembali dibandingkan dengan perkataan yang rendah imagerinya atau yang terlalu konkrit
d)     Stereotipe
Stereotipe adalah butir informasi/ pengetahuan berkenaan dengan cirri-ciri kepribadian atau atribut fisikal yang cenderung dianggap benar bagi seseorang atau sekelompok orang. Stereotipe yang disimpan dalam ingatan jangka  panjang digunakan oleh kita untuk menerangkan/ menjelaskan/ atau mendeskripsikan seseorang atau sesuatu yang berkenaan dengan informasi yang telah tersimpan di dalam ingatan jangka panjang kita
e)      Skema
Skema adalah struktur kognitif dalam ingatan jangka panjang yang merupakan perwakilan abstrak mengenai suatu objek atyau peristiwa yang telah dialami dalam dunia nyata. Mengaitakan materi pembelajaran dengan skema yang ada pada siswa pengaruhnya sangat penting dalam proses pembelajaran. Sebab dengan adanya keterkaitan ini siswa akan menjadi lebih mudah menerima, memahami, dan menganalisis materi yang disampaikan dalam pembelajaran. Bahkan kemungkinan siswa akan dapat memperkaya materi yang diterimanya itu berdasarkan skema yang telah dimiliki.
3.      Toeori Metakognisi dalam Pembelajaran
Metakognisi adalah fungsi eksekutif yang mengurus dan mengawal bagaimana seseorang menggunakan pikirannya dan merupakan proses kognitif yang paling tinggi. Metakognisi tidak sama dengan proses pemikiran tetapi, suatu kemampuan individu “berdiri di luar kepalanya” dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukan
  1. Variabel-variabel Penting dalam Metakognisi
John Flavell adalah orang yang mula-mula memperkenalkan istilah metakognisi yang ditafsirkan sebagai pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya. Dia membagi metakognisi ke dalam empat variabel penting yaitu :
1)      Variabel individu, mengandung makna bahwa manusia itu adalah organisme kognitif atau pemikir.
2)      Variabel universal adalah pengetahuan yang diperoleh dari unsur-unsur yang ada di dalam budaya sendiri.
3)      Variabel Tugas adalah kesanggupan individu untuk mengetahui kesan-kesan, pentingnya, dan hambatan sesuatu tugas kognitif.
4)      Variabel Strategi adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau mengatasi kesulitan yang timbul.
  1. Kaedah Peningkatan Kemampuan Metakognitif
Untuk meningkatkan kemampuan metakognitif ada empat cara yaitu :
1)      Pelabelan (Labeling) yaitu menyatakan tujuan yang akan dicapai dan menjelaskan mengapa kemampuan itu harus dipelajari.
2)      Proseduring yaitu menyatakan prosedur kemampuan kognitif berkenaan dengan memberi urutan langkah-langkah, apa yang dilakukan pada setiap langkah, dan mengapa langkah itu dilakukan serta uraikan hambatan yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.
3)      Demonstrasi yaitu menunjukkan bagaimana sesuatu kemampuan itu digunakan denga merujuk kepada contoh tertentu berdasarkan prosedur yang ada dan terangkan bagaimana mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi.
4)      Aplikasi yaitu siswa diberi tugas untuk mengaplikasikan kemampuan kognitif yang bersangkutan dan memperhatikan serta menganalisis bagaimana proses kemampuan kognitif itu digunakan antara mereka.
4.      Teori Belajar Sosial dalam Pembelajaran
Teori Belajar Sosial (social learning theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura berpandangan bahwa individu dalam mengembangkan tingkah laku positif dilakukan dengan meniru tingkah laku yang diterima masyarakat (socially accepted behavior).Tingkah laku yang diterima masyarakat itu berbeda antara satu budaya dengan budaya lain, individu satu dengan individu lain dan berbeda menurut situasi. Dengan demikian, pembelajaran sosial tidak hanya melibatkan mempelajari tingkah laku yang diterima tetapi juga tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat.
a.       Langkah-langkah dalam Proses Pemodelan
Ada sejumlah langkah dalam proses pemodelan yang menjadikan suatu timgkah laku pada seseorang yaitu :
1)      Perhatian (Attention), pada langkah ini, subjek harus memberi perhatian terhadap tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya tergantung kepada nilai, harga diri, dan sikapnya
2)      Penyimpanan (Retention), pada langkah ini, subjek yang memperhatikan tingkah laku orang lain harus mengenkoding pada peristiwa itu dalam sistem ingatannya.
3)      Motivasi, agar  proses dapat berlangsung dengan baik dan dapat dengan cepat mampu meniru tingkah laku orang lain.
4)      Penghasilan (Reproduction), subjek harus mempunyai kemampuan mewujudkan atau menghasilkan apa yang disimpannya ke dalam bentuk tingkah laku.
b.      Model-model Peniruan
1)      Model Langsung, seseorang meniru perilaku orang lain secara langsung kepada subjek yang ditiru.
2)      Model Simbolik, seseorang meniru orang lain melalui perantaran simbol atau media
c.       Mengapa Manusia Meniru Orang Lain?
Seseorang meniru orang lain karena apa yang dilakukan dari hasil meniru itu membawa kepuasan atau kesenangan. Ada beberapa jenis penguatan yang menyebabkan seseorang meniru perilaku orang lain yaitu :
1)      Penguata Langsung, jenis penguatan memberikan kepuasan langsung kepada individu karena setelah meniru perilaku orang lain langsung mendapat pujian.
2)      Penguatan Intrinsik, individu meniru bukan karena ingin dipuji tetapi karena ingin mencapai cita-citanya.
3)      Peneguhan Vikarius, pada jenis penguatan ini, individu mendapatkan kepuasan secara tak langsung dengan meniru.
5.      Teori Problem Solving dalam Pembelajaran
Setiap hari kita dihadapkan pada berbagai situasi yang harus kita selesaikan dengan baik. Masalah merupakan suatu keadaan yang perlu diselesaikan dan menjadi tanggung jawab setiap individu, membuat inferensi, merumuskan analogi dan mengingat kembali.


a.       Penyelesaian Masalah
Masalah merupakan sesuatu keadaan yang harus diselesaikan..Setiap masalah mempunyai empat ciri-ciri berikut:
1)      Semua masalah mempunyai tujuan
2)      Semua masalah perlu disediakan sumber-sumber yang relevan untuk mencapai penyelesaiannya.contohnya
3)      Semua masalah melibatkan operasi atau tindakan yang diambil untuk mencapai penyelesaian.
4)      Semua masalah mempunyai kendala, namun demikian seseorang dalam menyelesaikan masalah tidak perlu sampai melakukan sesuatu yang melanggar aturan.
b.      Strategi Penyelesaian Masalah
Ada tiga strategi penyelesaian masalah yang biasa digunakan :
1)      Algoritma yaitu prosedur langkah demi langkah yang bersifat sistematik dan konsisten serta menghasilkan penyelesaian yang sama setiap kali digunakan.[4] Landa seorang ahli psikologi mempunyai macam proses berpikir yaitu algoritmi, .misalnya agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus ini disajikan secara algoritmik, alasannya adalah sebuah rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu.
2)      Heuristik adalah jalan pintas yang memiliki kemungkinan tinggi untuk membawa kepada penyelesaian yang tepat.ini merupakan butir-butir informaasi lama yang pernah digunakan dalam membantu penyelesaian masalah pada masa yang lalu.
3)      Merumuskan sub tujuan adalah strategi memperincikan sesuatau masalah yang kompleks dalam beberapa sub tujuan atau sub masalah sehingga memudahkan dalam penyelesaiaannya.
c.       Kendala Penyelesaian Masalah
Beberapa hal yang menjadi kendala dalam penyelesaian masalah yaitu :
1)      Pola pikir adalah pola pikir seseorang yang melihat atau menyelesaikan suatu masalah hanya dengan cara tertentu saja sehingga sering kali menjadi penghalang atu  mengalami kesuliatan ketika harus menyelesaikan masalah baru yang berbeda.
2)      Ketetapan fungsional adalah seseorang yang berpandangan bahwa sesuatu objek hanya dapat digunakan berdasarkan pengalaman lampau saja sehingga seringkali menyulitkan yang bersangkutan dalam menyelesaikan masalah yang baru.contohnya:fungsi palu adalah hanya untuk memukul palu.
6.      Teori Kontruktivisme dalam Pembelajaran
Tekanan utama teori konstruktivisme adalah lebih memberikan tempat kepada siswa atau subjek didik dalam proses pembelajaran daripada guru atau instruktur.teori ini berpandangan bahwa siswa yang berinteraksi dengan berbagai objek dan peristiwa sehingga mereka memperoleh dan memahami pola-pola penanganan terhadap objek dan peristiwa tersebut.kemandirian dan kemampuan berinisiatif dalam proses pembelajaran sangat di dorong untuk dikembangkan.
            Menurut para ahli konstruktivisme,dalam proses pembelajaran, para siswa di dorong untuk menggali dan menemukan pemecahan masalah mereka sendiri serta mencoba untuk merumuskan gagasan.Meraka diberikan peluang dan kesempatan yang luas untuk membangun pengetahuan mereka[5].
            Dalam perkembangannya terdapat banyak pemikiran dalam teori konstruktivisme ini, namun semua mendasarkan pada asumsi dasar yang sama tentang pembelajaran.
a.       Ciri-Ciri Pembelajaran Kontruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
1)      Menekankan pada proses belajar,bukan proses mengajar
2)      Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan
3)      Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar
4)      Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
5)      Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
b.      Penerapan Teori Kontruktivisme di Kelas
1)      Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka.Para siswa yang merumuskan pertanyaan kemudian menganalisis serta menjawabnya
2)      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa meespons atau menjawabnya siswa akan mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3)      Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon factual sederhana.


4)      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi social dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mengubah atau menguatkan gagasannya.Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang meraka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain,maka mereka mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarakn atas pemahaman mereka sendiri.Jika mereka merasa nyaman dan aman untuk mengemukakan gagasannya, maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi dikelas
5)      Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat,terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6)      Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata.Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran tentang fenomena alam secara bersama-sama

D.    Model-Model Pembelajaran
1.      Model Debat
Model debat merupakan salah satu model pembelajaran dimana materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat
2.      Model Role Playing
Model Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
3.      Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Model pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan model dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
4.      Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) atau model pembelajaran berdasarkan masalah memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
a.. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai.
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
5.      Model Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah model belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
a. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
b. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa     yang berperan sebagai pendengar.
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin. Sementara pendengar menyimak ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.
f.  Kesimpulan guru
6.      Model Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
a.  Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
d. Guru menunjuk siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e. Guru menanyakan dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari  dasar pemikiran urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g.  Kesimpulan
7.      Model Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b.Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok  dapat mengerjakannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
f. Kesimpulan.
8.      Model Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Model investigasi kelompok melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills).
Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan lima hingga enam siswa dengan karakteristik yang heterogen. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Setelah itu Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan
9.      Model  Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan
10.  Model Team Games Tournament (TGT)
11.  Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
12.  Model Examples Non Examples
13.  Model Lesson Study
14.       







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15.  Secara umum,  pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan.
16.  Ada enam ciri pembelajaran yang efektif yaitu : siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya, guru menyediakan materi, aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian, guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi, orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, dan Guru menggunakan teknik mengajar yang berrvariasi.
17.  Ada beberapa teori  dalam pembelajaran yaitu : teori behavioristik, teori pemrosesan informasi, teori metakognisi, teori belajar sosial, teori problem solving, dan teori konstrukvisme.











DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dkk. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung : Wacana Prima.
Buno, Hamzah. 2005. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembalajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Hamalaik, Oemar. 1995.  Psikologi Belajar. Bandung : Wacana Prima
Sugono, Dendy dkk. 2003.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia.
http://www.wikepedia.com/ciri-ciri pembelajaran htm, diakses pada 05 Maret 2010.




[1] Dendy  Sugono..  Kamus Besar Bahasa Indonesia. ( Jakarta : Gramedia, 2003) hal.203
[2] www.wikipedia.com
[3] Mohammad Asrori .   Psikologi Pembelajaran. ( Bandung : Wacana Prima, 2007) hal. 6
[4] Dr.Hamzah Buno, Mpd. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembalajaran (Jakarta : Bumi Aksara, 2005 ) hal 18
[5] Mohammad Asrori .   Psikologi Pembelajaran. ( Bandung : Wacana Prima, 2007) hal. 28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar